Rabu, 11 Desember 2013


Resensi Novel Embun di Swaragama 101.7 FM, Jogjakarta

7 Nov
Msh ada waktu buat yg mau dpt 3 novel "Embun" karya Okyb R. Mushashi. Ayo kasih tau hal yg paling bikin inget kampung halaman. :) |

Yak! Kuis sudah ditutup, yah. Sebentar lagi bakal diumumin siapa aja yg dapet novel "Embun" karangan Okyb R. Mushashi malam ini. :)

Selamat untuk Inez (SMS), (LINE) dan . Masing-masing dpt satu novel "Embun" karya Okyb R. Mushashi. :) |

Novel Embun

Embun

  ISBN : 978-602-19987-4-8
  Penulis : OKYB R.MUSHASHI
  Penerbit : KREASI CENDEKIA PUSTAKA
  Tanggal Terbit : 2013-10-29
  Jumlah Halaman : 222 Hal
  Berat Buku : 200 gr
  Jenis Cover : Soft Cover
  Dimensi : 13 x 20 cm
  Kategori : Sastra & Novel
  Harga : Rp. 48.000,00
  Diskon : 25%     




                                                       Rp. 36.000,-
  Stok : Ready Stock       


SINOPSIS


Ingatan adalah sesuatu yang misterius. Terkadang suatu peristiwa begitu lekat dikepala justru ketika kita ingin melupakanya, tapi begitu sulit dihadirkan pada saat kita ingin mengingatnya. Barangkali benar kata orang:mengingat adalah pilihan , melupakan adalah takdir. Semakin keras upaya kita melupakan sesuatu, ironisnya, semakin dalam pula dia menghujam ke dalam alam pikiran kita.

Vaya telah bertahun-tahun tinggal dijakarta, kota yang sesungguhnya tidak begitu dia suka karena berbagai alasan. Suatu hari, sepucuk surat menariknya dari kebisingan Jakarta untuk kembali menengok masa lalu yang ingin dia kubur dalam-dalam. disana, di sebuah desa kecil yang jauh dari keramaian, masa lalu itu serupa tali layang-layang yang di ulur panjang: seberapapun tinggi dia terbang, tali itu tidak akan pernah membiarkanya terlepas bebas. Surat itu membawa nama seseorang; nama yang selalu lekat di hati Vaya, namun orangnya telah lama moksa dari kehidupannya: Elin
Akankah Vaya dan Elin Kembali dipersatukan?

Embun adalah cerita tentang kenangan yang didalamnya menguar aroma persahabatan, cinta, dan pertentangan. Juga rasa sedih dan Kehilangan.

























Berminat Hubungi Langsung: 




Penerbit Kreasi Cendekia Pustaka (KCP) 0813-80-570-370 

Resensi Novel Embun

http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=3145944627059812493#editor/target=post;postID=5989403568705800620

Novel

mahasiswa. tinggal di Jogjakarta. menikmati membaca novel dan menonton film. mencoba menulis agar menjadi penikmat aktif.
Kenangan selalu menjadi persoalan bagi orang dewasa. Ia memang menjadi penghubung dari banyak peristiwa yang membentuk siapa ‘aku’ di masa sekarang. Seringkali kenangan diromantisasi untuk sekadar menikmati nostalgia. Tapi kenangan juga yang terkadang membuat orang tak ingin beranjak dari kondisi tertentu, ‘belum move on’ kalau dalam istilah remaja sehari-hari. Yang jelas, bagi saya pribadi, kenangan adalah hal yang romantis, yang membawamu pada satu masa tertentu yang telah lewat dan mengenangnya dalam bentuk kepingan memori atau melalui penanda simbolik.
Perihal kenangan ini yang diangkat dalam novel Embun, sebuah novel debut dari penulis baru Okyb R. Musashi. Alur cerita bergerak mengikuti ingatan tokoh utama, Vaya, yang sedang berada dalam perjalanan pulang dengan kereta api. Karena kenangan bagi saya romantis, maka Embun secara otomatis saya sebut sebagai novel romantis. Aura romantis novel ini telah terasa di halaman pertama ketika diceritakan Vaya menaiki kereta yang akan membawanya menuju Jogja, kota yang digambarkan sebagai “kota yang tidak pernah benar-benar melepas pergi mereka yang pernah menghuninya. Tempat itu membuat mereka selalu ingin kembali dan kembali, untuk sekadar melepas rindu atau mengais serpihan kenangan yang tertinggal dari masa lalu”.
Vaya, pemuda berusia 30 tahun, adalah seorang wartawan media online di ibu kota. Telah lama dia meninggalkan kampung halamannya untuk merantau di Jakarta. Vaya hampir tidak pernah pulang kampung setelah kedua orang tuanya meninggal. Tapi sebuah kabar dari kampung kali ini mau tak mau membawanya pulang. Sebuah surat dari orang yang berasal dari masa lalunya, Elin, tiba. Elin adalah adik angkat Vaya, yang ketika beranjak dewasa keduanya terlibat “cinta terlarang”. Kisah cinta yang pelik ini tak bisa ditanggungkan Vaya dan Elin. Vaya memilih menjauh dengan bekerja di Jakarta agar terpisah dari Elin, sementara Elin yang belum menyelesaikan kuliah di Jogja memutuskan untuk pergi meninggalkan keluarga angkatnya untuk mencari orang tua kandungnya. Elin kemudian benar-benar menghilang pergi dari kehidupan Vaya dan ayahnya. Hanya surat Elin kepada ayah Vaya yang member tahu apa yang sedang Elin lakukan. Pelacakan Vaya tidak membuahkan hasil. Dan bertahun-tahun kemudian dari surat yang terakhir, Elin kembali mengirim surat. Surat yang berhasil membawa Vaya pada kampung kelahirannya juga pada seribu kenangan akan orang-orang yang pernah hadir dalam hidupnya.
Secara umum, keseluruhan cerita terbilang klise, tentang orang yang kembali menjenguk masa lalunya karena ada hal yang “belum selesai”. Kenangan memang kadang tidak tinggal sebagai kenangan semata, yang sesekali bisa ditengok dengan rasa nostalgis. Tapi kenangan bisa jadi tali tak kasat mata yang mengikatmu dan turut menentukan pilihan-pilihanmu kini. Vaya digambarkan berdiri di keduanya, bernostaliga dengan kenangan-kenangan masa kecilnya dan sekaligus terikat dengannya melalui satu nama, Elin. Ketakutan Vaya untuk pulang kampung misalnya, menunjukkan bagaimana peristiwa dan orang-orang dari masa lalunya masih sangat lekat di benak Vaya dan menentukan apa yang dia lakukan dan tidak.
Membaca Embun mengingatkan saya pada film animasi UP, yang bercerita tentang petualangan seorang kakek bersama seorang anak SD. Kakek Carl memutuskan untuk menantang dirinya sendiri melakukan petualangan membawa rumahnya ke sisi air terjun surga “Paradise Falls”di hutan liar Venezuela untuk memenuhi keinginan istrinya yang telah meninggal. Dengan menggunakan ribuan balon, si kakek mengangkat rumahnya dan menerbangkannya ke Paradise Falls. Dalam perjalanannya, kakek Carl ditemani seorang anak kecil, Russell, penggerak pramuka SD. Di satu adegan, diceritakan si kakek dihadapkan pada pilihan untuk menyelematkan rumah terbangnya yang terbakar atau menyelamatkan burung unta langka dari incaran penjahat, Charles Muntz. Saat itu kakek Carl memilih menyelamatkan rumah terbangnya, yang berisi segala barang dan kenangannya bersama sang istri. Keputusan kakek Carl yang lebih memilih rumah (dan kenangannya) daripada menyelamatkan burung unta langka telah mengecewakan Kevin. Demi rumah dan kenangan akan istrinya, kakek Carl mengorbankan seekor burung unta langka hidup. Terkadang anak kecil lebih bijak bersikap dibandingkan seorang dewasa yang terperangkap kenangan.
Dalam Embun, kenangan kembali ditegaskan sebagai persoalan orang dewasa yang sebagian besar otaknya telah menampung banyak sekali memori. Mengingat kembali kenangan yang telah lalu kadang menjadi kegiatan yang menyenangkan dan manis. Nostalgia ke masa lalu, saat hidup bisa dinikmati seperti film yang sedang diputar dan mendatangkan tawa, senyum, atau tangis. Melalui tokoh Vaya, penulis memperlihatkan hal tersebut. Kilasan peristiwa yang pernah Vaya lewati bersama orang-orang terdekatnya ketika kecil ditampilkan. Ada cerita tentang hari pertama Elin dibawa ke rumah oleh orang tua Vaya, ketakutan Vaya akan petir dan hujan, cerita tentang teman-teman sepermainan di kampung, macam permainan yang biasa dilakukan anak-anak kampung, hingga Vaya mulai bekerja dan kehidupannya sebagai wartawan.
Tapi di sisi lain, penulis juga menggambarkan bagaimana kenangan mengerangkeng Vaya di dalamnya. Sosok Elin yang pernah hadir dalam hidup Vaya tidak dalam waktu singkat punya peran besar pada Vaya bahkan ketika dia telah lama pergi menghilang. Cerita dalam Embun mengalir berdasarkan ingatan Vaya akan Elin. Elin menjadi benang merah dari serpihan kenangan Vaya yang ditulis dengan alur waktu maju-mundur dan membentuk keseluruhan cerita. Ini cukup untuk menyebutkan betapa Elin besar menguasai ruang memori Vaya. Terbersit satu pertanyaan di benak saya ketika selesai membaca Embun, “mengapa Vaya tidak diceritakan telah menikah misalnya?”. Sebab kondisi Vaya masih sebagai perjaka hingga delapan tahun dari kepergian Elin, menegaskan betapa Vaya terperangkap dalam kenangannya. Tentulah problem seperti ini hanya ada pada orang dewasa yang punya timbunan memori di otaknya.
Agaknya persoalan kenangan memang menjadi perhatian dari penulis. Dalam satu obrolan Vaya dengan Kin, teman sebangku di kereta api, Vaya mengungkapkan pemikirannya akan kenangan. Berikut petikan obrolan kedua tokoh:
“Menurutku, kenangan adalah sesuatu yang misterius,” kata Vaya.
“Kenapa misterius?” tanya Kin.
“Aku selalu bertanya-tanya, mengapa suatu peristiwa terkenang oleh kita, sementara peristiwa yang lain tidak,” ujar Vaya.
“Itu karena kapasitas otak kita terbatas. Ibarat sebuah ruangan, dia akan overload jika harus menampung semuanya. Maka, dia menyeleksi pengalaman mana saja yang layak ditampung, dan sisanya dibuang atau disimpan di gudang,” kata Kin.
“Disimpan di gudang?” tegas Vaya.
“Pengalaman yang dibuang tidak akan pernah dihadirkan kembali, seolah-olah kita tidak pernah mengalaminya. Sedangkan pengalaman yang disimpan di gudang dapat dikeluarkan sewaktu-waktu seandainya dibutuhkan, namun perlu pemantik khusus untuk menghadirkannya ke dalam ruang ingatan kita,” papar Kin.
Bukankah potongan percakapan di atas memperlihatkan bagaimana kenangan dan cara kerja kenangan adalah hal yang menjadi bahan pemikiran si penulis sendiri? Selain menjadikan kenangan sebagai tema besar dalam novelnya, penulis juga membahas kenangan itu sendiri di dalamnya.
Cerita tentang kenangan seperti Embun sangat bisa dinikmati oleh mereka yang romantis. Potongan kenangan Vaya yang dihadirkan penulis bisa turut membangun rasa nostalgia pada pembaca. Yang menjadi titik perhatian saya selama membaca Embun dan yang membuat saya nyaman untuk terus membaca Embun hingga selesai adalah potongan kenangan-kenangan tersebut ditulis dan diceritakan dengan sangat baik oleh Okyb. Cara penulis membawa pembaca masuk pada kenangan Vaya sangat rapih dan halus. Tanpa terasa tiba-tiba pembaca telah ada dalam ruang memori Vaya tanpa tahu di mana letak pintu masuknya. Dan cara penulisan yang apik ini setidaknya menjadi kekuatan Embun untuk menarik pembaca yang tidak romantis seperti saya.
Memperhitungkan Embun adalah novel debut, Okyb cukup berhasil menghadirkan sebuah novel yang ditulis dengan baik. Cerita mengalir dengan lembut dan pasti, mampu menghanyutkan pembaca ke dalam cerita. Tapi jika kamu percaya bahwa sebuah karya sastra ada untuk menimbulkan kesadaran kritis pada pembaca agar lebih memahami dunia dari sudut pandang yang berbeda, maka Embun belum memiliki itu. Embun belum bisa menimbulkan kegelisahan pada diri pembaca akan kondisi masyarakat sekelilingnya, baik tentang relasi antar manusia, kesenjangan sosial, atau hal lainnya. Bagaimana pun Embun telah turut hadir meramaikan dunia sastra kita. Dan selamat kepada penulis atas kelahiran novel pertamanya. Proficiat!

Twit tentang Novel Embun

Iva Misbah @ivamsbh 22 Oct
aku gak terlalu suka novel yg sangat romantis. tp #Embun ditulis dgn baik dan tidak menitikberatkan pada relasi romantik tokohnya


@ivamsbh, 22 Oct
done reading #Embun by Okyb R. Mushashi. it tells about memory and how people deal with it. a romantic novel which is written in a good way


 

Resensi Novel Embun

 http://www.rimanews.com/read/20131026/123642/antara-pengingkaran-dan-rasa-kehilangan

Antara Pengingkaran dan Rasa Kehilangan

Resensi Novel Embun

 
Resensi: Harian Pikiran Rakyat, 04 Desember 2013
Penulis: Okyb R. Mushashi
Judul: Embun
Harga: Rp. 48.000